Ya Allah, di keheningan ini, aku menumpahkan isi hati yang terpendam. Engkau tahu segalanya, ya Rabb. Aku telah mencoba menjalankan amanah-Mu, berbagi informasi dan edukasi tentang pentingnya kehadiran, tentang aturan yang harus dipatuhi, demi kebaikan bersama. Berulang kali aku sampaikan, dengan harapan kesadaran akan tumbuh dan tanggung jawab terpikul.
Namun, seringkali suaraku seolah angin lalu. Banyak yang mengabaikan, meremehkan, seakan peringatan itu tak berarti. Mereka memilih jalannya sendiri, dengan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Lalu, tibalah saatnya konsekuensi itu datang. Ketika tunjangan kinerja kena potong, kehadiran bolong, dan uang makan hilang, barulah suara-suara protes itu meninggi. Kemarahan meledak, seolah-olah ketidakadilan menimpa mereka. Pada saat itulah, hati ini terasa teriris. Mengapa teguran dari-Mu melalui aturan ini baru disadari saat dampaknya terasa di kantong? Mengapa pelajaran ini harus datang dengan cara yang menyakitkan?
Mereka berkata, "Ikhlaslah bekerja, tak boleh mengeluh." Mudah sekali lisan mereka berucap, sebab mereka tidak pernah berada di posisiku. Mereka tidak merasakan beban di pundakku, kelelahan saat harus mengulang penjelasan yang sama, atau kekecewaan melihat usaha yang sia-sia. Mereka tak tahu betapa beratnya memikul tanggung jawab ini, di tengah riuhnya suara-suara yang tak mau mendengar.
Ya Allah, aku tahu Engkau Maha Adil. Aku percaya setiap takdir-Mu adalah yang terbaik. Berikanlah aku kesabaran yang tak berbatas, keikhlasan yang sesungguhnya, agar setiap lelahku menjadi berkah di sisi-Mu. Kuatkanlah hatiku untuk terus berpegang pada kebenaran, meski terkadang rasanya sendirian. Ajarilah aku untuk tetap menaburkan kebaikan, meskipun benih-benih itu seringkali jatuh di tanah yang gersang.
Hanya kepada-Mu aku berserah, ya Allah. Hanya Engkaulah sebaik-baik tempat mengadu.